Sabtu, 07 April 2012

Buku terbitan Inzpirazone (Sketsa Angin di Atas Pasir)


Sketsa Angin di Atas Pasir

Rabu, 1 Juni 2011 - 15:31 wib
Judul: Sketsa Angin di Atas Pasir
Karya: Elaine Firdausza, dkk
Penyunting: Emzzy Azzam
Isi: 175 halaman
Penerbit: Inzpirazone Publisher
Cetakan: 1, Maret 2011
 
INILAH, Sketsa Angin di Atas Pasir (SADAP) – Kumpulan Puisi. Elaine Firdausza dan kawan-kawan membagi larik-larik syair mereka dalam 129 judul puisi.
 
19 orang telah menampilkan buah karya dari proses kreatif. Mereka kumpulkan puisinya secara berenteng, dari teman ke teman, lewat pergaulan antarkawan . Kita membaca spirit kebebasan yang sederhana.
 
Dari 19 nama itu, didapati biodata ringkas 16 pengumpul puisi dalam antologi SADAP ini (halaman 169-175). Mereka adalah Izel Muhammad dari Sumenep, Arif Fitra Kurniawan (Semarang), Yadhi Rusmiadi Jashar (Banding Agung), Uum G Karyanto (Majalaya), Efvhan Fajrullah (Palembang), Muhammad Haddiy (Lombok Barat), Husni Hamisi (Ternate).
 
Hyla Shane Gerhana (Malang), Fitri Meida (Bandung), Romel Panarta (Sawahlunto), Fran Keni Tamara (Surabaya), Lentera Al Jazhiran (Blitar), D Dudu AR (Tasikmalaya), Khalifa Rafa Az-Zahra (Surakarta), Jaraway Al-Fajr (Magelang), Elaine Firdausza (Blitar). Sedangkan Daffodilslife, Wild Rose, dan Raja Syahir tidak tercantumkan biodata mereka.
 
Beberapa puisi dalam SADAP menampilkan tema penyemangat atas keadaan. Seperti membuka ruang katarsis dijejali berlimpahnya diksi yang dipilih para penulis dari dalam kamus Indonesia. 
 
Puisi-puisi dalam SADAP dibuat penuh semangat. Tampak beberapa di antaranya melontarkan artikula yang hiruk-pikuk mendominir awalan, tetapi tetap menyisakan cara berteori kreasi ala gaya puisi lama zamannya almarhum Sutan Takdir Alisjahbana dulu. Di antaranya, yang berikut ini.
 
…ketika kalut itu datang//kadang jadi api//seperti lelucon yang menertawai nafsumu//kadang jadi air//seperti doa bagi yang sudah mati… (Resiliensi Hutan Hujan, Hylla Shane Gerhana: halaman 41)
 
…jika jasad hanya ingin masuk liang lahat//tak perlu berkorban untuk kebenaran yang terlihat//jika hanya ingin merasakan baunya tanah//tak usah berjuang hingga susah… (Bukan Hidup untuk Mati, Fitri Meida: halaman 83)
 
…agar bisa hutang saat gak mampu bayar//menjadi tiang untuk bersandar//berbagi suka dan duka, saat dada berdebar//menjadi pembalut luka, waktu diputus pacar//jangan, persahabatan jangan dibuat sukar//lho… nanti bisa bubar…  (Sajak Titi Kala Mangsa di Kampus Alamanda, Fran Keni Tamara: halaman 103.
 
Bagi puisi-puisi SADAP, salah satu komentar terlontar menarik dalam endorsement (halaman 5). Datangnya dari Gunadi Adisasmita, pelaksana fungsi ekonomi dan pensosbud, KBRI, Sana’a, Yaman. Katanya, “Seni adalah bentuk atau ciptaan yang muncul dari pengalaman jiwa seseorang karena ia ingin memberikan bentuk yang kongkrit terhadap yang dirasakannya, sehingga orang lain dapat ikut pula merasakan…”
 
Pengantar yang ditulis Elaine Firdausza (halaman 6-7), salah seorang penyumbang puisi dalam kumpulan ini, berbunyi: “…puisi ini hadir sebagai ruang bagi para penulis yang memendam bakatnya untuk meramaikan dan sebagai alternatif bacaan yang segar dalam dunia kesusasteraan.”
 
Judul kumpulan ini, Sketsa Angin di Atas Pasir, menerbitkan kaidah asosiasi: yang untuk kentalnya, bolehlah disebut secara analogisme: satu pantai bahasa yang penuh dengan riak dan gelumbang puisi yang tiada sudah-sudahnya. Semangat mengarungi samudera kata-kata dari 19 pelaut syair seolah-olah sesejuk menikmati lagu lama Sheila Majid, Antara Anyer dan Jakarta, akhir tahun 80-an, ciptaan Odie Agam.


Sumber : http://suar.okezone.com/read/2011/06/01/285/463541/285/sketsa-angin-di-atas-pasir

Tidak ada komentar:

Posting Komentar